Jika anda memasuki satu desa atau kampung di Maluku, salah satu hal yang
segera nampak menonjol adalah satu bangunan yang berbeda dengan
kebanyakan rumah penduduknya.
Bangunan ini biasanya berukuran lebih besar, dibangun dengan
bahan-bahan yang lebih baik, dan dihias dengan lebih banyak ornamen.
Karena itu, bangunan tersebut biasanya sekaligus juga merupakan marka
utama (landmark) kampung atau desa yang bersangkutan, selain mesjid
atau gereja.
Bangunan itu adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan benda-benda suci, tempat upacara adat, sekaligus tempat
seluruh warga berkumpul membahas masalah-masalah yang mereka hadapi.
Di Maluku, disebut sebagai Baileo, secara harafiah
memang berarti balai. Baileo Maluku menggunakan istilah baileo sebagai namanya, karena memang dimaksudkan sebagai balai bersama
organisasi rakyat dan masyarakat adat setempat untuk membahas berbagai
masalah yang mereka hadapi dan mengupayakan pemecahannya.
Batu Pamali, sebuah batu besar tempat meletakkan sesaji di muka pintu
sebuah bangunan di Maluku merupakan tanda bahwa bangunan tersebut
adalah Balai Adat.
Baileu atau Balai Adat inilah yang menjadi bangunan induk Anjungan.
Sembilan tiang di bagian depan dan belakang, serta lima tiang di sisi
kiri dan kanan merupakan lambang Siwa Lima, simbol persekutuan desa-desa
di Maluku yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu.
Dalam memperkenalkan daerahnya menampilkan bangunan Bailem dan rumah
Latu atau rumah raja. Bertindak sebagai sreitek adalah Kepala adat di
seluruh daerah Maluku, dan dibangun pada tahun 1974 dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 17 April 1975.
Bangunan Bailem ini merupakan satu-satunya bangunan peninggalan yang
menggambarkan kebudayaan siwa-lima, karena itulah dipilih sebagai
bangunan yang dapat mewakili daerah propinsi Maluku.
Di samping kedua bangunan tradisional tersebut, anjungan Maluku
dilengkapi dengan dua buah patung pahlawan wanita Martha Christina
Tiahahu dan patung pahlawan Pattimura atau Thomas Matulessy, sebuah
kolam yang menggambarkan kebon laut Maluku, dan patung proses pengolahan
sagu.
Bangunan bailem sebagai bangunan induk aslinya tidak berdinding dan
merupakan rumah panggung, yakni lantainya tinggi di atas permukaan
tanah. Adapula bailem yang lantainya di atas batu semen dan bailen yang
lantainya rata dengan tanah. Di antara ketiga macam bailen ini yang
paling lazim dan paling khas adalah yang lantainya dibangun di atas
tiang. Jumlah tiangnya melambangkan jumlah klen-klen yang ada di desa
tersebut. Bailen ini tidak berdinding mengandung maksud roh-roh nenek
moyang mereka bebas masuk keluar bangunan tersebut. Sedang lantai bailen
dibuat tinggi dimaksudkan agar kedudukan tempat bersemayam roh-roh
nenek moyang tersebut lebih tinggi dari tempat berdiri rakyat di desa
itu. Selain rakyat akan mengetahui bahwa permusyawaratan berlangsung
dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas.
Di depan bailen di dekat pintu masuk dan beilen terdapat pamali yang
berfungsi sebagai tempat persembahan dan bilik pamali sebagai tempat
penyimpanan atau tempat meletakkan barang-barang yagn dianggap suci pada
saat diadakan upacara. Bentuk bailen yang ada di Taman Mini Indonesia
Indah adalah bentuk bailen yang terakhir atau yang baru yang melambngkan
persatuan atau persekutuan antara dua klen besar di Maluku yaitu Pata
Siwa dan Pata Lima. Hal ini melambangkan jumlah pada tiang bailen di
bagian muka dan belakang berjumlah 9 yang sama dengan siswa dan samping
kiri dan kanan berjumlah 5 yang sama dengan lima. Akhir kata siwa lima
mampunyai arti baru yaitu: Kita semua punya dan menjadi lambang
persatuan daerah Maluku.
Fungsi dari Bailen adalah untuk tempat bermusyawarah dan pertemuan
rakyat dengan dewan rakyat seperti saniri negeri, Dewan adat dan
lain-lain. Jadi sistem demokrasi sudah dikenal oleh rakyat lima-siwa
sejak dulu. Yang boleh disimpan dalam bailen berupa benda-benda yang
dianggap suci dan ada hubungan dengan upacara adat. Selain itu juga
terdapat satu buah atau musyawarah antara rakyat dan saniri neheri dan
tua-tua adat
Di anjungan Maluku, Bailen berfungsi sebagai tempat pameran dan
peragaan berbagai barang dari aspek budaya Maluku. Di antaranya dapat
dilihat berbagai pakaian daerah yaitu pakaian dari Maluku Utara, pakaian
pengantin Maluku Tengah yaitu pakaian Pono, pakaian Sanikin yaitu
pakaian pengantin Maluku Tenggara, pakaian sehari-hari yang disebut baju
cele, kebaya putih untuk pertemuan, celana Makasar untuk pria Maluku
Tengah dan lain-lain. Kemudian senjata tradisional seperti parang dan
sala-waktu yaitu perisai, tombak, panah dan pandan, dari pelepah sagu
dan lain-lain, dan yang khas adalah kerajinan dari cengkeh berupa perahu
dan benda-benda lainnya.
Di bagian lain dapat disaksikan diorama tentang keindahan alam, deretan
dengan berjenis-jenis tumbuhan dokombinasikan dengan fauna seperti
Cenderawasih, kausari, soa-soa dan kuskus. Keindahan lautan Maluku
dipamerkan dengan berjenis-jenis kerang, beraneka ragam tumbuhan laut
dan dilengkapi dengan bentuk-bentuk perahu seperti krumbai, perahu
semang, alat penagkap ikan contoh rakit untuk proses peternakan mutiara
dilakukan di Maluku Tenggara dilengkapi dengan inti mutiara
Pada bangunan Bailen terdapat hiasan yang menggambarkan dua ekor ayam
berhadapan, dan diapit oleh dua ekor anjing di sebelah kiri kanan.
Hiasan ini terdapat di ambang pintu yang mengandung toh nenek moyang.
Jadi hiasan ii mempunyai arti lambang kedamaian dan kesentosaan, karena
kehidupan dijaga oleh roh nenek moyang. Kemudian di bawah plang atap
terdapt bulan, bintang dan matahari dengan warna merah-kuning dan hitam.
Hiasan ini merupakan lambang kesiap-siagaan balai adat dalam menjaga
kutuhan adat beserta hukum adatnya.
Bangunan kedua adalah rumah Raja atau rumah latu, yaitu rumah kepala
desa yang merupakan bangunan yang termasuk dan terindah di desa, dan
dibangun secara gotong royong.
Bangunan dengan bentuk segi empat, mempunyai serambi yang berfungsi
untuk menerima tamu, ruangan tengah untuk menerima tamu wanita,
sedangkan kamar-kamar untu tempat tidur dam ruang belakang sebagai
tempat makan, duduk-duduk dan dapur tempat memasak. Bahan sebagian besar
dari gaba-gaba. Di anjungan rumah latu sebagai kantor anjungan.
(Sumber: malukuprov.go.id)
Rumah Tradisional Provinsi Maluku
Lainnya dari Kebudayaan Provinsi Maluku
Ditulis Oleh : Tim Alumni SMPN 234 Jakarta Hari: Selasa, November 20, 2012 Kategori: Kebudayaan Provinsi Maluku
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)